You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan KALIDENGEN
Kalurahan KALIDENGEN

Kap. Temon, Kab. KULON PROGO, Provinsi DI Yogyakarta

URIP IKU KUDU MANFAAT JANGAN MELIHAT KENIKMATAN ORANG LAIN KECEMASAN YANG BERLEBIHAN BISA MENGIKIS KEIMANAN

Gerakan Kembali Ke Meja Makan

ttd carik 28 Januari 2020 Dibaca 480 Kali

Gerakan Kembali Ke Meja Makan

Oleh: Mardiya

Ka Bidang Pengendalian Penduduk

Ada kegiatan unik yang digalakkan Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) dalam momentum Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXVI Tahun 2019 yang puncak peringatannya diselenggarakan di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Sabtu (6/7) mendatang. Kegiatan yang dimaksud adalah “Gerakan Kembali Ke Meja Makan” dengan sasaran seluruh keluarga di Indonesia. Dengan gerakan ini, diharapkan seluruh anggota keluarga dapat berkumpul minimal satu kali sehari selama kurang lebih 20 menit di meja makan. Sementara untuk memulainya, kegiatan makan bersama dapat dilakukan pada momen-momen tertentu, seperti hari keluarga, hari raya, akhir pekan atau pada hari libur.

Bukannya tanpa alasan, mengapa BKKBN begitu getol mendorong Gerakan Kembali Ke Meja Makan pada keluarga-keluarga yang kita cintai. Setidaknya ada tiga alasan mendasar mengapa hal itu perlu dilakukan: Pertama, belakangan ini banyak kasus ketidakharmonisan keluarga bahkan yang berujung pada perceraian karena kurang lancarnya komunikasi antara suami isteri. Juga persoalan kenakalan remaja, yang awalnya tidak adanya jalinan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak. Kurang lancarnya komunikasi ini akibat kesibukan masing-masing dan atau kurang pedulinya antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya.

Kedua, berkembangnya teknologi komunikasi telah membuat banyak anggota keluarga yang “tersandera” oleh gawai (gadget), televisi atau alat elektronik lainnya. Mereka tidak dapat melepaskan dari alat-alat itu dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan mereka rela mengorbankan waktu berjam-jam untuk bermain dan mencari hiburan dengan alat-alat tersebut dan lupa dengan orang-orang di sekitarnya. Lebih parahnya lagi, bagi anak-anak, mereka menjadi lupa makan, lupa mandi, lupa tidur serta lupa belajar tatkala sudah memegang smartphone. Jadi kalau orangtua sekarang minta anak secara sukarela membantu pekerjaan orangtua seperti menyapu, mengepel, menyirami tanaman, mencuci piring dan lain-lain, sepertinya jauh panggang dari api.

Ketiga, hingga saat ini masih banyak orang beranggapan bahwa karena tuntutan kehidupan, maka hampir seluruh waktu yang tersedia difokuskan untuk pekerjaan atau mencari penghidupan di luar, maka komunikasi dengan keluarga (suami/istri dan anak-anak) cukup lewat telepon, SMS atau WA . Toh sekarang sudah ada panggilan video. Yang penting komunikatif dan pesannya dapat dimengerti. Tetapi mereka lupa bahwa interaksi secara langsung masih sangat diperlukan karena lebih memberikan kehangatan dan kenyamanan, sehingga antara anggota keluarga merasa lebih dekat dan akrab. Dengan berkumpul mereka dapat bercengkerama, berbagai pengalaman atau saling “ngaruhke” dengan komunikasi yang lebih berkualitas. Anak-anak akan merasa lebih dekat secara emosional dengan orangtuanya. Begitu juga sebaliknya. Sementara antara suami isteri, hubungannya menjadi lebih intensif dan intim yang menjamin keharmonisan lebih terjaga.

BKKBN tentu berharap, Gerakan Kembali ke Meja Makan, bukan hanya sebuah wacana. Tetapi menjadi sebuah gerakan masyarakat yang dimotori oleh para pimpinan di negeri ini dan didukung oleh seluruh tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pimpinan instansi maupun lembaga terkait. Kita sebagai orangtua, harus memulainya dari keluarga kita masing-masing. Kita harus menyempatkan waktu walaupun sedikit untuk makan bersama dengan anak-anak kita. Di meja makan itu, selain kita memberitan kehangatan dan kasih saying, kita dapat menjalin kembali komunikasi antara anggota keluarga secara optimal. Kita dengarkan pengalaman dan pendapat anak tentang sesuatu hal, lalu kita berikan wawasan kita agar mereka mereka mendapat pencerahan dan pengetahuan baru. Termasuk mendapat pertimbangan bila harus memutuskan atau memutuskan sesuatu.

Di meja makan itu pula harmonisasi hubungan suami isteri dapat dilakukan. Kehangatan hubungan suami isteri dapat ditingkatkan sehingga kasih sayangnya, kepercayaannya dan kesetiaannya pada pasangat dapat dipertahankan dan dimantapkan. Sedangkan rasa curiga dan syak wasangka dengan pasangan dapat dikurangi, ditekan atau dihilangkan. Bila hal itu dapat berjalan optimal, dipastikan kasus pertengkaran, perselingkuhan, dan keretakan rumah tangga tidak akan terjadi lagi. Dengan demikian, anak-anak kita tidak akan menjadi korban perilaku orangtua yang kurang bertanggung jawab atau mementingkan diri sendiri akibat kurangnya komunikasi.

Akhir kata, semoga momentum peringatan Harganas yang tahun ini mengambil tema “Hari Keluarga: Hari Kita Semua” dengan Tag Line “Cinta Keluarga, Cinta Terencana” menjadi saat yang tepat bagi kita untuk memulai Gerakan Kembali ke Meja Makan yang didukung oleh seluruh keluarga di Indonesia, seluruh pimpinan negeri ini, pimpinan Lembaga/instansi pemerintah maupun swasta, tokoh agama, serta seluruh komponen masyarakat. Aamiin.

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image