Seorang pemimpin―apa pun bidang kepemimpinannya, baik politik maupun sosial, bahkan keagamaan―dituntut untuk memperhatikan kondisi yang dipimpinnya, bahkan berusaha untuk memenuhi keinginan mereka. Demikian secara umum orang berkata. Tetapi, itu tidak selalu demikian karena yang dituntut dari pemimpin sebelum memenuhi keinginan itu adalah mengetahui kondisi mereka lalu memilihkan apa yang terbaik buat mereka. Memang, boleh jadi pada mulanya apa yang dipilihkan oleh sang pemimpin itu tidak disambut oleh masyarakatnya, tetapi ia harus berusaha dan di sinilah salah satu fungsi kepemimpinan, yaitu memengaruhi yang dipimpin menuju yang terbaik.
Seorang penganjur agama misalnya, mestinya tidak menghidangkan buat jamaahnya apa yang menyenangkan mereka bila itu tidak berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan tujuan dakwah, bahkan tidak memilih topik pembicaraan jika ada topik yang lebih penting. Sementara penganjur dewasa ini turun ke tingkat sementara jamaahnya yang senang mendengar uraian yang mengundang tawa, padahal tujuan dakwah bukan tawa atau tangis pendengar, tapi tujuan utamanya adalah menambah pengetahuan dan atau kesadaran beragama pendengarnya.
Pemimpin politik pun mestinya demikian. Ia tidak boleh mengikuti kehendak masyarakatnya, apalagi kalau hanya sebagian yang berdemo jika kehendak itu bertentangan dengan sikap dasar negara atau menimbulkan pelanggaran terhadap kebebasan yang diakui oleh negara, bahkan yang bertentangan dengan kemaslahatan negara. Kalau ada sekumpulan anggota masyarakat yang mendesaknya melakukan hal itu, maka di sanalah diuji kepemimpinannya dan sampai di mana ia berhasil memengaruhi mereka agar mereka dapat menerima ajakan sang pemimpin, apalagi jika hal tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Keliru, bahkan sangat tercela dan tidak pantas menjadi pemimpin, siapa yang mengikuti begitu saja desakan sebagian masyarakat dengan dalih atau alasan apa pun.
Al-Qur’an tidak saja mengingatkan Nabi Muhammad saw. bahwa kalau beliau mengikuti kehendak banyak orang yang durhaka, maka beliau akan mereka sesatkan dari jalan Allah (QS. al-An’âm [6]: 116). Tidak saja itu, tetapi Allah juga mengingatkan sebagian sahabat Nabi saw. yang ingin agar keinginan mereka dituruti Nabi dengan firman-Nya: Seandainya Rasul mengikuti kamu dalam banyak hal, maka kamu pasti akan mengalami kesulitan (QS. al-Hujurât [49]: 7). Jadi, seorang pemimpin tidak serta-merta harus mengikuti pandangan masyarakatnya―yang dinilainya membahayakan―tapi ia harus berusaha menjelaskan duduk soal dan memengaruhi mereka sehingga semua terhindar dari hal-hal yang negatif. Ini berlaku bagi setiap pemimpin, dari yang tertinggi hingga yang terendah. Demikian, wa Allâh A’lam.