Masyarakat Bawah Dihantam Badai Covid-19 [KBR|Warita Desa] Jakarta | Sri Nuryati selalu membalas dengan gelak tawa saat ditanya tentang kondisi usahanya belakangan ini. Tawa bermakna pahit tentu saja, karena tak banyak pakaian yang bisa dijualnya tiap hari. Sri bahkan pernah pulang kerja dengan tangan hampa. Pedagang di Pasar Rembang, Jawa Tengah ini menyebut sudah banyak kios yang tutup karena tak mampu bertahan di masa krisis Covid-19. Bank juga mulai enggan mencairkan kredit bagi para pedagang kecil. "Banyak yang tutup karena untuk orang awam yang dari kampung. Itu kan mereka mau ke pasar ketakutan juga kan. Bank ada yang nggak mau mencairkan juga karena ketakutan nanti bisa bayar apa tidak," kata Sri. Kecemasan serupa juga bergelayutan di benak Suradi, pedagang siomay di Bekasi, Jawa Barat. Ia tak leluasa lagi berdagang karena pemerintah memperketat pembatasan sosial. Satpol PP rajin berpatroli dan merampas gerobak pedagang yang nekat membuka lapak. "Kemarin diliburin seminggu, tapi hari ini aku coba jualan lagi. Tapi nih sepi banget, aku maksa memang sih. Sebenarnya nggak boleh. Saya kan punya anak, istri, makan saya dari sini. Kalau saya nggak jualan, kita mau makan apa? Saya bilang gitu sama satpol PP," kata Suradi. Biasanya Suradi mampu meraup pendapatan kotor hingga Rp900 ribu per hari, hasil mangkal dan titip ke kantin-kantin sekolah. Namun, wabah Corona membuat usahanya limbung dan anjlok lebih dari 50 persen. Ayah dua anak ini menuntut pemerintah memberikan bantuan yang layak, jika menghendaki pemberlakuan karantina besar-besaran. “Kita mau makan dari mana kalau nggak ada bantuan dari pemerintah? Memang beredar banyak berita. Katanya ada yang bilang sampai 300 ribu sebulan. Mana cukup cukup untuk makan satu keluarga?" lanjutnya. Tutupnya perkantoran dan sekolah juga membuat usaha laundry Rahmat kembang-kempis. Mayoritas pelanggannya adalah pekerja kantoran dan buruh. "Pendapatan saya biasanya sekitar 300-500 ribu per hari bahkan lebih. Sekarang menjadi di bawah 100 ribu per hari. Itu pun saya tutup sampai jam 10 malam," ucap Rahmat. Rahmat dan istrinya kini terpaksa mencari tambahan pemasukan dengan menjual jamu racikan sendiri. “Setelah mencoba jamu saya, mungkin cocok, tetangga saya pada mesan. Dari situlah penghasilan sampingan saya di saat laundry saya sepi. lumayan untuk nambah-nambah dapur ngebul dan beli susu anak. Untuk saat ini laundry masih saya pertahankan walau satu dua orang yang datang,” tutur Rahmat. Pemerintah didesak segera bertindak mengatasi dampak pandemi Covid-19 bagi masyarakat bawah. Ekonom CORE, Piter Abdullah memperingatkan potensi meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. Program seperti bantuan langsung tunai (BLT) dinilai tepat untuk menjaga daya beli masyarakat miskin. Namun, ia mendesak adanya perbaikan dalam mekanisme penyaluran bantuan. “Mereka yang kehilangan pekerjaan karena PHK dan sebagainya, kelompok informal yang tidak bisa membuka usaha, yang kehilangan pendapatan pada masa-masa wabah corona ini harus dibantu," ujar Piter kepada KBR, Senin (29/03/20). Sementara itu, Presiden Joko Widodo siap menggelontorkan Rp110 triliun untuk berbagai program jaring pengaman sosial. Mulai dari menaikkan besaran bantuan program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, kartu prakerja, pembebasan biaya listrik 3 bulan hingga insentif perumahan. Jokowi juga menjanjikan stimulus kredit untuk usaha kecil, berupa penundaan pembayaran cicilan bagi warga terdampak Covid-19 hingga satu tahun. "Saya juga telah menerima Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) ini khusus yang berkaitan dengan kredit tadi. Artinya sekali lagi, bulan April ini sudah bisa berjalan," ucap Jokowi saat konferensi pers secara virtual di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (31/3/2020). Oleh : Lea Citra, Muthia Kusuma Wardani, Siti Sadida Hafsyah, Rezky Novianto Editor: Ninik Yuniati