You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan KALIDENGEN
Kalurahan KALIDENGEN

Kap. Temon, Kab. KULON PROGO, Provinsi DI Yogyakarta

URIP IKU KUDU MANFAAT JANGAN MELIHAT KENIKMATAN ORANG LAIN KECEMASAN YANG BERLEBIHAN BISA MENGIKIS KEIMANAN

Kerja Itu Adalah Ibadah

Administrator 07 September 2019 Dibaca 552 Kali

Islam adalah agama Tauhid; yakni kepercayaan tentang Keesaan Allah. Berkeliling di sekitar Tauhid aneka kesatuan yang lahir dari keyakinan itu, yang bila ia dilepaskan darinya, maka  terlepas pula ia dari ajaran Tauhid. Itu tak ubahnya dengan matahari yang berkeliling di sekitarnya serta berada di bawah daya tariknya planet-planet tata surya, yang bila terlepas dari daya tarik itu, planet tersebut akan hancur berantakan.

Kesatuan dunia dan akhirat adalah salah satu aspek dari Tauhid dalam arti apa yang dilakukan di dunia itulah yang ditemukan di akhirat. Karena itu, tidaklah tepat menyatakan bahwa ada amal duniawi dan ada pula amal ukhrawi karena keduanya merupakan satu mata uang dengan dua wajah. Ibadah dan kerja pun sesungguhnya harus merupakan satu kesatuan. Karena itu pula, pekerjaan apa pun yang dilakukan oleh penganut Tauhid dapat menjadi ibadah yang dia peroleh ganjarannya, bukan saja di dunia, tetapi juga bahkan lebih-lebih di akhirat.

Kerja didefinisikan sebagai penggunaan daya. Manusia secara garis besar dianugerahi Allah empat daya pokok, yaitu daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan keterampilan, daya pikir yang mendorong  pemiliknya berpikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan, daya kalbu yang menjadikan manusia mampu berkhayal, mengekspresikan keindahan serta beriman dan merasakan serta berhubungan dengan Allah Sang Pencipta, dan daya hidup yang menghasilkan semangat juang, kemampuan menghadapi tantangan serta menanggulangi kesulitan. Penggunaan salah satu dari daya-daya tersebut—betapapun sederhananya—melahirkan kerja atau amal. Anda tidak dapat hidup tanpa menggunakan paling sedikit salah satu dari daya itu. Untuk melangkah, Anda memerlukan daya fisik, paling tidak guna menghadapi daya  tarik bumi. Karena itu, kerja adalah keniscayaan. Selanjutnya karena tujuan penciptaan manusia adalah menjadikan seluruh aktivitasnya bermula dan berakhir dengan  ibadah kepada Allah (QS. adz-Dzâriyât [51]: 56), maka seluruh penggunaan dayanya harus merupakan ibadah kepada-Nya.

Ibadah bukan sekadar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Seorang pengabdi tidak mencapai hakikat pengabdian, kecuali jika ia tidak menganggap apa yang berada dalam genggaman tangannya sebagai miliknya, tetapi milik siapa yang kepadanya ia mengabdi. Segala usahanya pun hanya berkisar pada mengindahkan apa yang diperintahkan kepadanya dan menjauhi apa yang dilarang,  serta tidak memastikan sesuatu untuk ia laksanakan, kecuali mengaitkannya dengan izin dan restu siapa yang kepadanya ia mengabdi.

Ibadah adalah kerja dan kerja adalah ibadah, tetapi perlu diingat bahwa  kerja atau amal yang dituntut-Nya bukan asal kerja, tetapi kerja yang saleh atau amal saleh. Saleh  adalah yang sesuatu yang bermanfaat  lagi memenuhi syarat-syarat dan nilai-nilainya. 

Menggunakan salah satu dari daya-daya di atas selama saleh dan dengan motivasi yang tulus mengikuti tuntunan Allah, maka apa yang dikerjakan itu telah menjadi ibadah. Karena itu, Anda dapat beribadah kapan dan di mana pun. Nabi Muhammad saw. menegaskan salah satu keistimewaan ajaran Tauhid adalah: “Allah menjadikan persada bumi ini sebagai masjid tempat sujud (patuh kepada-Nya) dan sarana penyuciaan.”  Anda tidak perlu berkata seperti yang konon diucapkan oleh Filsuf, Jerman Immanuel Kant, “Saya terpaksa menghentikan penelitian ilmiah agar menyediakan tempat dalam hatiku untuk percaya atau beribadah.”  Yang diajarkan oleh al-Qur’an untuk diucapkan sekaligus dipahami dan diamalkan  adalah: “Sesungguhnya shalatku, ibadah (murni)ku, hidupku, dan matiku hanyalah demi karena Allah, Tuhan semesta alam”  (QS. al-An’âm [6]: 162).

Mengapa hanya demi karena  Allah? Sebab kepada-Nya saja berakhir segala sesuatu (QS. an-Najm [53]: 62). Karena itu, seorang Muslim memulai amalnya dengan Basmalah, yakni menyadari bahwa itu tidak dapat wujud tanpa bantuan Allah dan mengakhirinya dengan Hamdalah, yakni dengan bersyukur kepada-Nya. Dengan demikian, Allah adalah pangkalan tempat kita bertolak dan pelabuhan tempat kita bersauh.

Prinsip ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh  Ilmuwan Amerika  Steven Covey dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People, yang mengemukakan bahwa salah satu kunci  keberhasilan yaitu memulai dengan akhir yang terdapat dalam pikiran.                  

Di sisi lain, kitab suci al-Qur’an tidak memberi peluang bagi seorang Muslim untuk berleha-leha dalam hidup ini. Maka apabila engkau telah berada di dalam keluangan (setelah tadinya  engkau sibuk), maka  (bersungguhsungguhlah bekerja) sampai engkau letih, atau tegakkanlah (persoalan baru) sehingga menjadi nyata,” demikian pesan QS. asy-Syarh[94]: 7. Karena itu, waktu harus dihargai dengan mengisi dan memanfatkannya. ‘Ali Ibnu Abi Thalib ra. mengingatkan bahwa: “Rezeki yang tidak diperoleh  hari  ini masih  dapat  diharapkan perolehannya lebih banyak esok hari, tetapi waktu yang berlalu hari ini, tidak mungkin kembali esok.” Demikian, wa Allâh A’lam. 

sumber

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image