Bupati Sidoarjo Minta Pabrik Tahu Ganti Bahan Bakar dari Plastik Menjadi Kayu [KBR|Warita Desa] Bupati Sidoarjo Saiful Illah meminta agar pabrik tahu di Sidoarjo mengganti bahan bakar plastik menjadi serbuk kayu. Penggunaan bahan bakar dari serbuk kayu bisa mengurangi polusi yang membahayakan. "Solusinya bahan bakar tidak usah pakai itu (plastik) tetapi pakai kayu," kata Saiful Illah pada Senin (19/11/2019). Dia mengatakan, akan bertindak tegas apabila nantinya pabrik tidak mau mengganti bahan bakar. Menurut dia, dengan memakai kayu, maka pabrik tahu harus mengganti kompor yang akan digunakan memasak kedelai. Saiful menjelaskan, telor di desa Tropodo Kabupaten Sidoarjo yang diduga mengandung dioksin memang tidak diperjual belikan. Pemkab Sidoarjo akan melakukan pemeriksaan medis kepada warg di sekitar pabrik, untuk mendeteksi potensi penyakit yang ada. Sebelumnya hasil penelitian Ecoton dan gabungan LSM di luar negeri menemukan bahwa telur di desa Tropodo Kabupaten Sidoarjo dan desa Bangun kabupaten Mojokerto mengandung dioksin yang cukup tinggi. Diduga, kandungan dioksin itu berasal dari pembakaran sampah plastik di dalam pabrik. Sejak beberapa tahun lalu, puluhan pabrik di Sidoarjo menggunakan bahan bakar plastik untuk memasak kedelai menjadi tahu. Plastik impor itu digunakan karena biaya operasional yang dikeluarkan lebih rendah, daripada menggunakan kayu. Importir Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan sanksi untuk importir bandel yang tak mau mengirim balik (re-ekspor) sampah limbah ke negara asal. Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan sanksi tersebut berupa administratif hingga pidana. Saat ini ada dua undang-undang yang melarang importasi limbah, yakni UU nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Ini (perintah reekspor) kan tindakan soft sebetulnya. Meminta dia mengembalikan. Kalau dia tidak melakukan itu juga, rekomendasinya akan dicabut KLHK. Kedua, bisa tindakan pidana. Bisa Bea Cukai penyidiknya, bisa kami KLHK penyidiknya untuk penegakan hukum pidana," kata Rosa di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (31/10/2019). Rosa mengatakan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat sanksi bagi pelanggar berupa pidana kurungan 5 hingga 15 tahun, serta denda Rp5 miliar hingga Rp15 miliar. Adapun UU Pengelolaan Sampah, menetapkan sanksi 5 hingga 9 tahun penjara, serta denda Rp100 juta hingga Rp3 miliar. Rosa mengatakan, pemerintah masih mengizinkan impor sampah kertas dan plastik untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan, lantaran pasokan sampah di dalam negeri belum terpilah dengan baik. Meski demikian, ada kriteria sampah kertas dan plastik yang boleh diimpor, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 1 tahun 2016. Syarat sampah yang boleh diimpor, misalnya tidak berasal dari tempat pembuangan sampah akhir, tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun, serta tidak mengandung cairan. Rosa menolak alasan importir yang menyebut kesulitan mengimpor sampah kertas dan plastik tanpa tercampur barang berbahaya lainnya. Ia mengatakan saat ini ada sembilan kontainer sampah impor di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, Jawa Tengah yang dinyatakan bersih dari limbah berbahaya (B3). Oleh : Budi Prasetyo Editor: Rony Sitanggang