Tahun 2019, Mayoritas Pelaku Usaha Belum Nyaman Jualan Online [KBR|Warita Desa] Pemerintah berambisi menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara tahun 2020. Namun, sampai penghujung tahun 2019, mayoritas pelaku usaha merasa belum nyaman melakukan perdagangan lewat internet atau e-commerce. Persepsi pelaku usaha itu tercatat dalam laporan Statistik E-Commerce 2019 yang dirilis Badan Pusat Statistik, Rabu (18/12/2019). "Dari seluruh usaha yang dilakukan pendataan, hanya 15 persen yang merupakan usaha e-commerce. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan melalui internet di Indonesia masih tergolong rendah," tulis BPS dalam laporannya. Menurut survei BPS, ada sejumlah alasan yang membuat pelaku usaha tidak melakukan e-commerce. "Alasan terbanyak usaha tidak melakukan e-commerce karena lebih nyaman berjualan secara langsung (offline) yaitu sebanyak 70,89 persen," jelas BPS. "Alasan terbanyak kedua adalah tidak tertarik berjualan online sebanyak 42,52 persen." "Dan alasan terbanyak ketiga usaha tidak melakukan e-commerce adalah kurangnya pengetahuan atau keahlian dalam e-commerce yaitu sebanyak 21,78 persen," ungkap BPS. Banyak E-Commerce Baru di Sulbar dan Papua Meski aktivitas e-commerce di skala nasional masih rendah, namun ada beberapa provinsi yang mencatatkan pertumbuhan cukup tinggi tahun ini. Menurut data BPS, persentase 'kelahiran' usaha e-commerce pada 2019 paling banyak terjadi di Sulawesi Barat (Sulbar) dan Papua, yakni di kisaran 44-45 persen. Sedangkan persentase kemunculan e-commerce baru terendah ada di Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo, yakni sekitar 14-15 persen. Meski tingkat pertumbuhannya berbeda-beda, jenis usaha e-commerce di seluruh Indonesia mayoritas sama. Mereka paling banyak bergerak di bidang perdagangan reparasi dan perawatan kendaraan bermotor. Oleh : Adi Ahdiat Editor: Ardhi Rosyadi